islamkingdomfacebook islamkingdomyoutube islamkingdomtwitte


Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala


7724
SIFAT
Rasa takut dalam diri menjauhkan seseorang dari neraka sebagaimana pengharapan membuatnya rindu kepada surga. Perasaan takut kepada Allah Swt menghindarkan orang dari perbuatan dosa dan menggantinya dengan perbuatan baik. dan Pengharapan kepada Allah Swt akan menanamkan semangat dan antusiasme dalam diri untuk meraih keridhaan Allah Swt melalui amalan-amalan shaleh.

Subhanahu wa Ta’ala

Oleh: Ustadz Drs. Ilham Kadir, S.Ag

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون) ا(ل عمران: 102)

(يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا) [النساء: 1]

( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا 70 يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا 71) [الأحزاب: ۷۰-۷۱]

أَلافَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اللهم فَصَلِّ وَسَلِّم علَىَ هَذَا النَّبِي الكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَن تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: (وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى) (النازعات:٤٠-٤١)

Puji dan syukur hanya tertuju kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah satu-satunya Dzat yang berhak menerima segala pujian dan ungkapan syukur. Karunia dan rahmat-Nya telah banyak kita nikmati, hidayah dan inayah-Nya telah banyak kita rasakan. Kesyukuran hakiki hanya dapat diwujudkan dalam bentuk kesiapan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Tanpa itu maka kita termasuk orang-orang yang kufur nikmat.

Salam dan shalawat kita sampaikan dan kirimkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi yang telah memperjuangkan agama Islam di waktu siang dan malam, di kala sempit dan lapang. Dia mendakwahkan Islam tanpa mengenal ruang dan waktu. Dia telah menunaikan amanah, memberikan nasihat kepada umat, dan berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sungguh-sungguh dan sebenar-benarnya. Hingga ia meninggalkan umat ini dalam keadaan telah tercerahkan dengan nur hidayah, dan cahaya taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidaklah seseorang meniti jalan lain melainkan ia akan menjadi sesat di dunia dan binasa di akhirat.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah ….

Tindakan hati adalah hal utama dan terbesar, pahala yang diperolehnya adalah pahala terbesar, hukuman yang diperolehnya pun adalah hukuman terbesar, sementara pekerjaan anggota badan mengikuti tindakan hati dan merupakan bangunannya, tidak heran jika dikatakan, hati adalah raja bagi anggota badan dan anggota badan lainnya adalah tentaranya. Sebagaimana hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak lurus Iman seorang hamba hingga hatinya telah lurus.” (HR. Imam Ahmad)

yang dimaksud dengan kelurusan hati adalah mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengagungkan-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, mengharap dari-Nya, mencintai ketaatan kepada-Nya dan membenci kemaksiatan kepada-Nya. Imam Muslim, meriwayatkan dari Abu Hurairah ra dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak melihat rupa kalian, kekayaan kalian, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala. melihat ke dalam hati dan perbuatan Anda.”

Al-Hasan berkata kepada manusia, “Obatilah hatimu, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya memandang kebaikan hamba-Nya dari kebaikan hati mereka.”

Amalan-amalan hati yang dapat menimbulkan perbuatan baik, mendapatkan kegembiraan di akhirat, menghindari pekerjaan buruk, memberikan sikap zuhud di dunia dan mengekang diri dengan gelombang rasa takut dan harap.

Takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat mengemudikan hati untuk melakukan semua yang terbaik, penghalang dari segala bentuk pelanggaran dan dosa. Harapan hanya kepada Allah demi menggapai keridhaan dan pahala-Nya, dapat memotivasi diri untuk menjalankan amal shalih yang lebih besar, memalingkan diri dari amAl-amal yang jelek.

Takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat mengekang diri dari segala bentuk syahwat, menghidarkandari tipudaya, membawa kebaikan dan kemenangan baginya. Takut akan Allah adalah salah satu cabang-cabang Tauhid, maka harus dipersembahkan untuk Tuhan semesta alam. Memalingkan rasa takut selain kepada Allah merupakan bagian dari cabang kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya,

(إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ) (آل عمران:١٧5(

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Ali-Imran: 175)

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui kalian akan tertawa sedikit dan menangis banyak,” kemudian para sahabat Rasulullah menutupi wajah mereka yang sedang menangis.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasa takut adalah gerakan hati, yang menumbuhkan kekhawatiran akan tertimpa hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala karena melakukan perbuatan haram atau meninggalkan kewajiban atau meremehkan sunnah dan karunia Allah, tidak menerima perbuatan baik, maka jiwa pun mulai membenci keharaman, dan bersegera kepada segala bentuk kebaikan. Kata Khas-yah, wajal, rahbah dan haibah adalah kata-kata memiliki makna yang sama, namun tidak sinonim dengan kata “takut” dalam segala sudutnya, tetapi kata Khas-yah lebih spesifik dari kata khauf, maka kata khas-yah adalah takut akan Allah dengan kualitas ilmu akan sifat-sifat-Nya sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ) )

(28-فاطر)

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Fathir: 28)

Wajal adalah gejolak hati karena mengingat-Nya, yang karena kekuasaan dan azabNya menjadi ditakuti, Rahbah adalah lari dan menjauh dari hal-hal yang dibenci, dan Haibah adalah rasa takut yang dibarengi dengan pengakuan akan kebesaran Allah dan pengagungan kapadanya. Ibn Al-Qayyim rahimahullah berkata, “rasa takut (khauf) bagi umat beriman secara umum, dan khasyayah bagi para ulama yang berpengetahuan, haibah bagi para pecinta, penghormatan bagi mereka yang senantiasa mendekatkann diri, dan munculnya khasyyah serta khauf tergantung pada kadar ilmu dan pengetahuan seseorang.” (Madarij Al-Salikin.)

Wahai Kaum Muslimin…

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan kepada mereka yang senantiasa merasa takut kepada-Nya, mengekang hawa nafsi dan syahwatnya, menjalankan ketaatan kepada-Nya dengan janji yang sangat baik dengan berbagai macam pahala, dalam sebuah ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

(وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ ٤٦ فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ47 ذَوَاتَا أَفْنَانٍ) (الرحمن:46-48)

“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga, maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan.” (Ar-Rahman: 46-48) kata afnan dalam ayat ini artinya adalah, pepohonan yang hijau nan indah. Atha berkata, Semua pepohonan yang pada batangnya tersusun buah-buah yang indah. Alah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

(وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى) (النازعات:40-41)

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka Sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (An-Nazi’at: 40-41)

Para ulama salaf termotivasi oleh rasa takut mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, senantiasa memperbaiki amalan-amalan mereka dan senantiasa berharap atas rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karenanya keadaan mereka membaik, cita-cita mereka suci, amalan mereka bersih. Suatu malam Umar ibnu Al-Khaththab melakukan patroli, di sela-sela patroli beliau tersebut beliau mendengarkan seseorang yang sedang membaca surat Ath-Thur. Kemudian beliau turun dari keledai yang ditumpanginya lalu bersandar ke dinding, setelah itu Umar pun jatuh sakit dan orang-orang yang menjenguknya tidak mengetahui penyakit yang dideritanya.

Amir Al-Mu’minin Ali bi Abi Thalib setelah menunaikan shalat subuh dengan kepala tertunduk dan tangan terkepal kemudian berkata, “Aku telah menemukan dari dalam diri para Sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak ada kesamaan dengan mereka pada hari ini, di mana mereka ketika berada di pagi hari wajah mereka pucat, di antara kedua mata mereka terlihat goresan disebabkan karena pada malam hari mereka senantiasa berdiri dan sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, senantiasa membaca Al-Qur’an, beristirahat di antara jidat dan kaki mereka, jika mereka berada di pagi hari mereka senantiasa berdzikir kepada Allah, hingga mereka layu bagaikan layunya pephonan ketika diterpa angin, mata mereka dibanjiri oleh air mata hingga membasahi pakaian mereka.” (HR. Abu Nua’im dalam Al-Hilyah)

Sufyan Al-Tsauriy jatuh sakit karena rasa takutnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kisah-kisah para salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in yang semacam ini sangat banyak. Abu Hafsh berkata, “Rasa takut merupakan cambuk Allah yang dapat menghentakkan langkah para pelari dari posisi awalnya ” beliau kemudian berkata, “rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan lentera hati.” Abu Sulaiman berkata, “Rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan terpisah dari hati kecuali hati tersebut akan rusak!”

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِـرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَـائِرِ الْـمُسْلِـمِـينَ مِنْ كُـلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِـرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِـيمُ

الحَمْدُ للهِ عَلى إحسَانِهِ ، والشُّكرُ لَهُ عَلَى تَوفِيقِهِ وامتِنَانِهِ ، وأشهدُ أنْ لا إلهَ إلا اللهُ وَحدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ تعظِيماً لِشَأنِهِ ، وأشهدُ أنَّ مُحمَداً عبدُهُ ورسولُهُ الدَّاعِي إلى رضوانِهِ. اللهم فَصَلِّ وَسَلِّم علَىَ هَذَا النَّبِي الكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَن تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْم الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ.

Rasa takut yang terpuji adalah rasa takut yang dapat memotivasi seseorang untuk beramal shalih dan menjauhi segala bentuk perkara yang haram. Jika rasa takut bertambah namun manjauhkan seseorang dari sifat terpuji, maka rasa takut tersebut berubah menjadi keputusasaan, dan hal tersebut tergolong dari dosa-dosa besar. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Kadar yang diwajibkan dalam rasa takut adalah rasa takut yang dapat membawa kepada menjalankan kewajiban dan menjauhi keharaman, jika lebih dari hal tersebut, maka rasa takut itu dapat membawa jiwa kepada sikap menunda-nunda ketaatan yang bersifat sunnah, menjalankan hal-hal yang bersifat makruh, dan bersenang-senang secara luas terhadap hal-hal yang bersifat mubah, maka hal seperti ini masih sedikit terpuji, tetapi jika rasa takut tersebut semakin bertambah dan jatuh sakit karenanya atau mati, atau hilangnya semangat dalam berusaha, maka keadaan tersebut tidak lagi terpuji.”

Karena itu seorang Muslim berada di antara dua bentuk rasa takut. Rasa takut akan masa lalu di mana dia tidak mengetahui apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala lakukan terhadapnya, dan rasa takut akan masa depan yang tidak dia ketahui apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tetapkan di sana.

Adapun Raja’ (Harap) adalah pengharapan yang tinggi terhadap pahala-pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sesuai dengan amalah shalih yang telah dilakukan. Syarat-syarat raja’ adalah mengamalkan amal yang baik terlebih dulu dengan meninggalkan keharaman atau bertaubat darinya. Adapun raja’ dengan mengikuti syahwat, meninggalkan kewajiban, lalu berharap kepada Allah, maka hal itu merupakan tipu daya syetan yang melenakan, dan bukan merupakan sikap raja’ terhadap pahala. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan dalam firman-Nya,

(أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ) [الأعراف: 99]

“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf: 99)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan bahwa raja’ tidak akan diterima kecuali jika telah didului oleh amal shalih, dan raja’ tidak akan ada tanpa amal shalih sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

(إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ )[فاطر: 29]

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” ( Fathir: 29)

Raja’ adalah bentuk ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi barangsiapa yang menggantungkan harapannya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia telah melakukan kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

( فمن كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ) [الكهف: 110]

”Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)

Kewajiban bagi seorang hamba adalah menyatukan rasa takut dan harap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kesempurnaan kondisi seorang hamba adalah kecintaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kejujuran dan kelurusan rasa takut dan harap, demikianlah kondisi para Nabi ‘Alaihim Ash-Shalatu wa As-Salam dan orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

(إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ ) (الأنبياء: 90]

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan cem’alahissalam dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” (Al-Anbiya’: 90)

Jika seorang Muslim mengetahui betapa besar rahmat dan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengetahui luasnya surga Allah Subhanahu wa Ta’ala, pahala-Nya yang berlimpah, maka jiwa akan lapang dan tumbuh pengharapan akan segala bentuk kebaikan yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika ia mengetahui besarnya azab Allah Subhanahu wa Ta’ala di neraka jiwanya akan segera berhenti dan senantiasa berhati-hati dan merasa takut. Dalam hal ini sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seorang mukmin mengetahui Azab Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak seorang pun di antara mereka berharap akan surga-Nya, dan jika orang kafir mengetahui betapa besar rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak seoran pun di antara mereka berputus asa dari surga-Nya.” (HR. Muslim)

Al-Ghazaliy dalam Ihya‘ulum Al-Din sebagaimana yang beliau nukil dari Makhul Al-Dimasyqiy beliau berkata, “Barangsiapa yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala karena takut kepada-Nya saja, maka dia adalah seorang khawarij. Barangsiapa yang menyembah Allah karena berharap saja, maka dia adalah murji’ah. Barangsiapa yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala karena cinta saja, maka dia adalah zindik. dan barangsiapa yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala karena takut, harap, dan cinta, maka dia adalah orang bertauhid dan Sunni.”

Imam Ibnul Qayyim dalam Madarij As-Salikin berkata, “perjalanan hati menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala bagaikan burung, kepalanya adalah cinta, kedua sayapnya adalah takut dan harap, jika kepala dan kedua sayapnya baik, maka itu adalah burung yang terbaik, jika kepalanya terpenggal, maka burung itu mati, dan ketika kedua sayapnya patah, maka itu merupakan kesia-siaan bagi setiap usaha yang tak bermakna. Namun para ulama salaf senantiasa memperkuat dan menyegarkan kembali sayap rasa takut selama di dunia, ketika mereka keluar dari dunia, mereka menguatkan sayap harapan, dan hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dapat menyalurkan seluruh nikmat dan karunia-Nya.”

Wahai kaum Muslimin…

Pada zaman kita saat ini, mayoritas manusia dalam keadaan lalai dan cinta dunia yang menyebabkan hati mereka menjadi keras, mereka asyik mengerjakan dosa-dosa, tidak peduli dengan ancaman siksa dari Allah, memandang enteng pedihnya nerakanya Allah. Mereka bangga dan tertawa dengan dosa dan kemaksiatan , serta tidak sedikit pun merasa takut kepada Allah. Wa la haula wa quwwata illa billah.

Rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat mengantarkan seorang Muslim untuk senantiasa menegakkan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, dapat menjauhkannya dari kelalaian atasnya, menjaganya dari kezhaliman terhadap hamba yang lain. Ia juga dapat mengarahkan untuk senantiasa memberikan hak-hak orang lain dan menghalangi dari menghilangkan atau meremehkan hak-hak mereka. Dapat mencegah seorang Muslim dari nahkoda syahwat dan keharaman, serta menjadikannya senantiasa berhati-hati dari dunia dan segala bentuk fitnahnya, juga penuh kerinduan terhadap Hari Akhirat dan segala kenikmatannya.

فَاِعْلَمُوا أَنْ اللهَ أَمرَّكُمْ بأمر بَدَأَ فِيه بِنَفْسُه وَثَنَى بِمَلاَئِكَتِهُ الْمَسْبَحَةَ بِقُدُسِهُ وَثُلْثَ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ فَقَالَ عِزِّ مِنْ قَائِلِ (ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ) [الأحزاب:٥٦].

اللَّهُمُّ صِلِّ وَسَلْمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدَ وَعَلَى آله وَصحابَتَهُ وَمِنْ اِهْتَدَى بِهُديِهُ واستن بِسَنَتِهُ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ .ثَمَّ اللَّهُمُّ اُرْضُ عَنْ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ أَبِي بَكَرَ وَعَمَرَ وعثمان وَعَلَيِي وَعَلَى بَقِيَّةَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعَ التَّابِعِينَ وَعَلَينَا مَعَهُمْ بِرَحِمَتِكَ يا أَرحمَ الرَّحِمِينَ

اللَّهُمُّ إنا نَسْأَلُكَ بِكُلَّ اِسْمَ هَوْلِكَ سَمَّيْتُ بِهِ نَفْسُكِ أَوَأَنْزَلَتْهُ فِي كُتَّابِكَ أَوْ عُلْمَتَهُ أَحَّدَا مِنْ خُلُقِكَ أواستأثرتبه فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكِ أَنْ تَجْعَلَ القرآن رَبِيعَ قُلُوبِنَا وَنُورَ صُدُورِنَا وجلاءَ أحزاننا وَذَهَابَ همومنا وَغُمُومَنَا

اللَّهُمُّ اِغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ والمؤمين وَالْمُؤَمَّنَاتِ الأحياء مِنْهُمْ والأموات .

اللَّهُمُّ أَعَزَّ الإسلام وَالْمُسَلَّمَيْنِ وَأُهِلُّكَ الْكَفَرَةَ والمشركين وَدَمَّرَ أَعَدَّاءَكَ أَعَدَّاءَ الدِّينِ

اللَّهُمُّ أَصلحَ لَنَا دَيِّنَنَا الَّذِي هوعصمة أَمرَّنَا ، وَأَصْلَحَ لَنَا دنياَنَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشَنَا وَأَصْلَحَ لَنَا آخرتنا الَّتِي إِلَيهَا مُعَادَنَا وَاِجْعَلْ اللَّهُمُّ حَيَّاتِنَا زِيادَةَ لَنَا فِي كُلَّ خَيِّرَ وَاِجْعَلْ الْمَوْتَ رَاحَةَ لَنَا مِنْ كُلَّ شَرَّ

اللَّهُمُّ أَعَنَّا عَلَى ذَكَرِكَ وَشكرَكَ وَحَسَنَ عِبَادَتِكَ

اللَّهُمُّ إنا نَسْأَلُكَ الْهُدى وَاِلْتَقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنى وَحَسَنَ الْخَاتِمَةِ

اللَّهُمُّ اِغْفِرْ لَنَا واوالدينا وَاِرْحَمْهُمْ كَمَا رَبْوَنَا صغارَا

(رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا )[الفرقان: 74]

(رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ )[آل عمران: 8]

(رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ) [البقرة: 201]

عباد الله ( إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ) [النحل: 90]

إِذَّكَرُوا اللَّه الْعَظِيمَ يَذَّكِرُكُمْ وَاِسْأَلُوهُ مِنْ فُضُلِهُ يُعْطَكُمْ وَلِذَكَرِ اللهُ أَكبرِ وَاللهَ يُعْلِمُ مَا تُصَنِّعُونَ