islamkingdomfacebook islamkingdomyoutube islamkingdomtwitte


Hak dan Kewajiban Wanita


7979
SIFAT
Ingatlah, tidaklah seseorang senantiasa berlaku jujur melainkan ia dicatat disisi Allah Swt sebagai orang jujur dan tidaklah seseorang terus berdusta kecuali ia dicatat sebagai pendusta di sisi Allah Swt.
!

Oleh: Ustadz Setyadi Rahman

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ)

[آل عمران: 102]

(يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا )[النساء: 1]

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا70 يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا71) [الأحزاب: 70-71]

أَلافَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اللهم فَصَلِّ وَسَلِّم علَىَ هَذَا النَّبِي الكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَن تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: (وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا )[النساء: 36]

Kaum Muslimin yang berbahagia…

Pembicaraan hari ini berkaitan dengan sebuah perkara besar yang dibutuhkan oleh setiap orang. Sebuah perkara yang menjadi wasiat Jibril kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga beliau menyangka bahwa objek yang diwasiatkan itu akan menjadi salah seorang ahli warisnya. Pembicaraan kali ini akan berkisar tentang masalah tetangga dan hak-hak mereka.

Ya, tetangga adalah seluruh orang yang tinggal berdampingan dengan kita, siapapun dia. Tetangga memiliki hak yang wajib untuk ditunaikan sesuai tingkatan mereka dan tidak boleh dilalaikan. Tingkatan mereka itu tergantung pada kedekatan, kekerabatan, agama, dan akhlaknya. Maka hendaknya setiap mereka diberikan haknya sesuai dengan kadar tingkatan tersebut. Tetangga yang tinggal berdampingan dengan kita tentu tidak sama dengan tetangga yang jauh dari kita, tetangga yang juga sekaligus adalah keluarga kita, tidak sama dengan tetangga yang bukan keluarga, tetangga yang seagama tidak sama dengan tetangga yang beragama lain.

Perlu diingat bahwa selain orang-orang yang hidup berdampingan di tempat tinggal kita, masuk pula dalam kategori tetangga yaitu orang-orang yang bersama kita di tempat kita berada, di kantor, di pasar, di masjid, di dalam perjalanan, di tempat studi, dan lain-lain. Bahkan sebuah negara, pun memiliki negara tetangga, yang juga memiliki hak untuk ditunaikan dalam lingkup yang lebih luas.

Hadirin yang berbahagia…

Islam adalah agama yang mengatur hubungan bertetangga secara baik. Islam menempatkan posisi tetangga pada tempat yang tinggi dan terhormat. Ajaran demikian sebelumnya tidak dikenal dalam aturan atau perundangan manapun. di dalam Islam, tetangga adalah sosok yang memiliki hak yang wajib untuk ditunaikan dan kehormatan yang wajib untuk dijaga.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Pengertian kata ‘tetangga’ mencakup orang Muslim, kafir, budak, fasik, teman, lawan, orang asing, orang yang bisa memberi manfaat, orang yang bisa memberi mudharat, keluarga, yang bukan keluarga, tetangga dekat, dan yang jauh. Hak-hak mereka bervariasi sesuai dengan tingkatan mereka. yang memiliki tingkatan tertinggi di adalah golongan yang mengumpulkan seluruh karakter utama yang telah disebutkan, selanjutnya yang terbanyak, demikian seterusnya. Hal yang sama, juga berlaku untuk kebalikan dari hal yang telah disebutkan.” (Fathul Baari, 10/441)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

(وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا) [النساء: 36]

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil [orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat dan kehabisan bekal] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An- Nisaa’: 36)

Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jibril masih saja terus mewasiatkan kepadaku (untuk menjaga hak) tetangga, hingga hampir aku menyangka bahwa ia akan menjadikannya sabagai ahli warisku.” (HR. Bukhari, Muslim,Abu Dawud, dan Tirmidzi)

Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ» متفق عليه.

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia berkata baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia memuliakan tetangganya. dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Syuraih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“ وَاللهَ لَا يُؤَمِّنُ ، وَاللهَ لَا يُؤَمِّنُ ، وَاللهَ لَا يُؤَمِّنُ » قَيَّلَ : وَمِنْ يا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ :« الَّذِي لَا يَأْمُنُ جَارُهُ بوائقه » أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيَّ .

“Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman. Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapa orang itu wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda, ‘Mereka itu adalah orang-orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya.” (HR. Bukhari)

Al-Qadhi Iyadh Rahimahullah berkata, “Pengertian hadits ini menyatakan bahwa telah menjadi kelaziman bagi orang-orang yang komitmen terhadap syariat Islam untuk senantiasa menghormati dan memuliakan tetangga dan tamunya. Hal itu adalah indikasi akan kedudukan dan hak tetangga serta kewajiban untuk senantiasa memelihara dan menjaga hak-hak mereka.” (An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim)

Syaikh Muhammad bin Abi Jumrah Rahimahullah berkata, ”di masa jahiliyah, penjagaan terhadap hak-hak tetangga adalah sesuatu yang telah menjadi kelaziman. Kebiasaan baik ini pun lantas dipertegas dalam Islam dengan menjadikannya bagian dari kesempurnaan iman. Penjagaan terhadap hak-hak mereka diwujudkan dengan usaha untuk memberikan sikap baik kepada mereka sesuai dengan kadar kemampuan kita. Misalnya berupa hadiah, salam, wajah yang berseri ketika berjumpa, membantu tatkala ia membutuhkan, dan sebagainya. Juga diwujudkan dengan melindunginya dari segala yang akan membahayakan, baik yang bersifat materil atau non materil.” (Fathul Baari, 10/442)

Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ» قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ» أَخْرَجَهُ مُسَلَّمَ.

“Hak Muslim atas Muslim yang lainnya ada enam. Beliau ditanya, ‘Apa keenam hal itu wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘Keenam hal itu adalah jika kamu bertemu dengannya, maka berilah salam. Apabila ia mengundangmu, maka jawablah undangannya. Apabila ia bersin dan bertahmid, maka jawablah tahmidnya. Apabila ia sakit, maka jenguklah. dan apabila ia meninggal, maka hantarkanlah jenazahnya.” (HR. Muslim)

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah…

Menyakiti tetangga adalah sebuah kejahatan yang sangat diharamkan dalam Islam. Diriwayatkan oleh Abu Syuraih, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman. Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapa orang itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, ‘Mereka itu adalah orang-orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya.” (HR. Bukhari)

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak akan masuk surga seorang yang tetangganya tidak merasa aman hidup berdampingan dengannya.”

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang seorang yang rajin melaksanakan qiyamullail dan puasa sunnah, tetapi ia juga sering menyakiti tetangganya dengan perkataannya yang kasar. Maka Rasulullah bersabda, “Tidak ada kebaikan baginya. Tempat orang itu di dalam neraka.” Kemudian ditanyakan lagi kepada beliau tentang seorang yang (hanya) melaksanakan shalat wajib, berpuasa Ramadhan dan bersedekah dengan sepotong gandum. Ia tidak memiliki yang lain, tetapi ia tidak menyakiti siapapun. Maka Rasulullah bersabda, “Wanita itu akan berada surga.”

Bahkan dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Allah Subahanhu wa Ta’ala melaknat orang-orang yang mengganggu dan menyakiti tetangganya. Disebutkan dalam hadits Abi Juhaifah Radhiyallahu Anhu bahwa seorang laki-laki pernah datang mengadukan tetangganya kepada Rasulullah. Maka Rasulullah berkata kepada tetangga yang suka menyakiti orang itu, “Letakkanlah barang-barangmu di tengah jalan!” Setelah ia melakukannya, setiap orang yang melewati tempat itu melaknatnya (karena merasa terganggu dengan barang-barang yang ditaruhnya di tengah jalan). Maka orang itu pun kembali kepada Rasulullah dan mengadukan hal yang dialaminya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, “Sungguh Allah telah melaknatmu terlebih dahulu sebelum mereka.” Mendengar itu, ia pun berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak akan mengulangi perlakuanku menyakiti tetangga.” (HR. Bukhari, dalam Al-Adab Al-Mufrad)

Hadirin yang berbahagia, jika ancaman agama kepada orang-orang yang menyakiti tetangga amatlah keras, mungkinkah setelah itu kita masih saja menyepelekan persoalan ini?

Dalam tataran realita sangat disayangkan ternyata masih banyak kita temukan orang-orang yang sering menyakiti tetangganya, memarkir mobil di depan pintu masuk rumahnya, membiarkan aliran air dari rumahnya merembes ke halaman rumah tetangga dengan membawa bau yang tidak sedap, membuang sampah di depan rumah tetangga, membiarkan sisa-sisa bangunan yang tidak terpakai lagi tetap berada di halaman depan rumah tetangganya, dan berbagai fenomena buruk lainnya.

Diriwayatkan oleh Al-Miqdad bin Al-Aswad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam , bertanya kepada para sahabat, “Bagaimana pendapat kalian terhadap perbuatan mencuri? Mereka berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, maka perbuatan itu adalah haram. Rasulullah bersabda, ‘Jika sekiranya seorang mencuri dari sepuluh rumah, niscaya hal itu adalah lebih baik baginya daripada ia mencuri dari satu rumah tetangganya.”

Contoh lainnya adalah dengan menyakiti anak tetangga, merusak mobil atau barang lain miliknya, berisik di waktu-waktu istirahat, baik dengan memutar musik, bermain dengan anak, bertengkar, membunyikan klakson, menyewakan tempat atau rumah atau menjualnya kepada orang-orang yang berpotensi mendatangkan kemudharatan bagi tetangga, tanpa meminta persetujuan dari mereka, dan yang lainnya

Ibnu Rajab Rahimahullah berkata,”Madzhab Imam Ahmad dan Malik menyatakan bahwa seorang itu diharamkan melakukan tindakan terhadap kepemilikannya sendiri, namun bersinggungan dengan hak tetangganya.”’

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barangsiapa memiliki tanah yang hendak dijualnya, maka hendaklah ia menawarkannya kepada tetangganya terlebih dahulu.”

Contoh perbuatan terburuk yang menyakiti tetangga adalah mengkhianati mereka, membuka aib dan kelemahannya, mengganggu anak-anak wanitanya, menggoda istrinya, dengan terlebih melakukan perselingkuhan dengannya, baik secara langsung atau tidak langsung. Sungguh perbuatan ini adalah seburuk-buruk dosa yang sangat dibenci dan dikutuk oleh seluruh jiwa yang sehat. Karena itu, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan kejahatan demikian pada jajaran dosa-dosa terbesar yang dilakukan seorang kepada Allah, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhum, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘Dosa apakah yang terbesar? Rasulullah menjawab, ‘Kamu jadikan sekutu bagi Allah, sedangkan Dia lah yang telah menciptakanmu.’ Saya kembali bertanya, ‘Kemudian dosa apa lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Kamu bunuh anakmu sendiri karena takut akan menghabiskan rezekimu’. Saya kembali bertanya, ‘Selanjutnya apa lagi?’ Rasulullah menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.”

Miqdad Radhiyallahu Anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana pendapat kalian terhadap perbuatan berzina? Mereka berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, maka perbuatan itu adalah haram. Rasulullah bersabda, ‘Jika sekiranya seorang berzina dengan sepuluh orang wanita, niscaya hal itu adalah lebih baik baginya daripada ia berzina dengan seorang istri tetangganya.”

Karena itu, hendaklah orang-orang yang gemar melakukan tindakan-tindakan amoral semacam ini senantiasa menanamkan perasaan takut kepada Allah. Dan hendaknya senantiasa mengingat ancaman Allah lewat firman-Nya,

(وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا )[الأحزاب: 58]

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِـرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَـائِرِ الْـمُسْلِـمِـينَ مِنْ كُـلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِـرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِـيمُ

الحَمْدُ للهِ عَلى إحسَانِهِ ، والشُّكرُ لَهُ عَلَى تَوفِيقِهِ وامتِنَانِهِ ، وأشهدُ أنْ لا إلهَ إلا اللهُ وَحدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ تعظِيماً لِشَأنِهِ ، وأشهدُ أنَّ مُحمَداً عبدُهُ ورسولُهُ الدَّاعِي إلى رضوانِهِ. اللهم فَصَلِّ وَسَلِّم علَىَ هَذَا النَّبِي الكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَن تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْم الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah..

Fenomena menyakiti dan mengganggu tetangga amatlah banyak dijumpai, Di antaranya melakukan tindakan di dalam wilayah miliknya namun menyinggung hak tetangganya. Misalnya, menanam pepohonan yang cabangnya masuk ke dalam halaman tetangga sehingga mengganggu, atau menggali sumur yang menyerap air dari wilayah tetangganya, atau membuat pabrik yang menghasilkan polusi yang mengganggu, atau membuat jendela dan meninggikan bangunan hingga membuat tetangga yang berdampingan dengannya merasa risih, terbatasi geraknya, dan terhalang untuk juga mendapat udara segar dan cahaya matahari, dan sebagainya.

Perilaku yang juga sangat merugikan tetangga adalah menyewakan rumah kepada orang-orang yang tidak melaksanakan shalat dan tidak takut kepada Allah. Mereka ini akan sangat merugikan kaum Muslimin dan mungkin juga akan mempengaruhi anak-anak mereka. Demikian juga orang-orang yang menyewakan tempat-tempat dagang kepada orang-orang yang menjual produk-produk haram.

Salah satu tindakan yang mendatangkan mudharat bagi tetangga adalah mencegah mereka mengambil manfaat dari hal kecil yang kita miliki dan tidak menimbulkan mudharat bagi kita. Misalnya dengan melarang mereka menancapkan paku di dinding rumahnya yang bersebelahan dengan dinding rumah kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Janganlah salah seorang dari kalian melarang tetangganya untuk menancapkan paku ke dinding rumahnya.”

Contoh lain yang mendatangkan mudharat bagi seorang adalah mencegah orang yang ingin memanfaatkan fasilitas umum, seperti air yang mengalir di sungai, rumput yang tumbuh di tanah yang tidak bertuan untuk dijadikan makanan hewan ternak, kayu bakar dari pohon-pohon liar, batu-batu garam, dan yang semisalnya. Disebutkan dalam As-Shahihain, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kamu melarang seorang yang ingin mengambil manfaat dari air yang sisa dengan tujuan untuk menghalanginya mengairi tanamannya.”

Selain itu perilaku yang mendatangkan mudharat bagi orang adalah dengan meletakkan duri atau pengahalang di tengah jalan atau melanggar aturan lalu lintas yang dapat membahayakan pengguna jalan yang lainnya.

Hadirin sekalian…

Seluruh jenis gangguan tersebut adalah haram. Karena itu, hendaknya kita semua senantiasa bertakwa kepada Allah dengan berupaya sebisa mungkin memberikan manfaat kepada saudara kita dan mencegah kemudharatan yang bisa menimpa mereka.

Allah berfirman,

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آَمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ )[المائدة: 2]

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maaidah: 2)

Hadirin yang berbahagia…

Dalil-dalil yang menyuruh kita untuk menjaga hak para tetangga sangatlah banyak, begitupun teladan dari para ulama yang menyebutkan tentang sikap mereka pun amatlah banyak. Disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala (13/433), “Seorang laki-laki yang merupakan tetangga dari Abi Hamzah As-Sukary hendak menjual rumahnya. Maka ditanyakanlah padanya, ‘Berapa harganya? Ia berkata, ‘Empat ribu’. Abu Hamzah kemudian berkata, ‘Janganlah Anda jual rumahmu.’ Lantas ia memberikan sejumlah harga penawaran rumah itu kepada Abi Hamzah.”

Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah ditanya tentang pribadi Al-Walid bin Al- Qasim bin Al-Walid Al-Hamadani. Ia berkata, “Al-Walid adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), kami menulis hadits-hadits yang dibawakannya. Beliau bertetangga dengan Ya’la bin ‘Ubaid, dan saya (Imam Ahmad) pernah bertanya kepadanya tentang dirinya. Lantas Ya’la berkata, ‘Sungguh ia itu benar-benar tetangga yang baik. Saya telah bertetangga selama 50 tahun bersamanya, dan saya tidak mengetahui darinya melainkan kebaikan. (Siyar A’lam An-Nubalaa, 17/ 463)

Abu Daud As-Sijistani Rahimahullah berkata, “Sungguh saya sangat ingin menjadi tetangga Sa’id bin Amir.” (Ibid., 17 / 396)

Demikianlah beberapa contoh dan teladan bagi setiap Muslim dalam berinteraksi dengan tetangganya. Semoga Allah menjaga dan senantiasa memberi taufik-Nya kepada kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin..

فَاِعْلَمُوا أَنْ اللهَ أَمرَّكُمْ بأمر بَدَأَ فِيه بِنَفْسُه وَثَنَى بِمَلاَئِكَتِهُ الْمَسْبَحَةَ بِقُدُسِهُ وَثُلْثَ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ فَقَالَ عِزِّ مِنْ قَائِل

(إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)[الأحزاب: 56]

اللَّهُمُّ صِلِّ وَسَلْمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدَ وَعَلَى آله وَصحابَتَهُ وَمِنْ اِهْتَدَى بِهُديِهُ واستن بِسَنَتِهُ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ .ثَمَّ اللَّهُمُّ اُرْضُ عَنْ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ أَبِي بَكَرَ وَعَمَرَ وعثمان وَعَلَيِي وَعَلَى بَقِيَّةَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعَ التَّابِعِينَ وَعَلَينَا مَعَهُمْ بِرَحِمَتِكَ يا أَرحمَ الرَّحِمِينَ .

اللَّهُمُّ إنا نَسْأَلُكَ بِكُلَّ اِسْمَ هَوْلِكَ سَمَّيْتُ بِهِ نَفْسُكِ أَوَأَنْزَلَتْهُ فِي كُتَّابِكَ أَوْ عُلْمَتَهُ أَحَّدَا مِنْ خُلُقِكَ أواستأثرتبه فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكِ أَنْ تَجْعَلَ القرآن رَبِيعَ قُلُوبِنَا وَنُورَ صُدُورِنَا وجلاءَ أحزاننا وَذَهَابَ همومنا وَغُمُومَنَا

اللَّهُمُّ اِغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ والمؤمين وَالْمُؤَمَّنَاتِ الأحياء مِنْهُمْ والأموات .

اللَّهُمُّ أَعَزَّ الإسلام وَالْمُسَلَّمَيْنِ وَأُهِلُّكَ الْكَفَرَةَ والمشركين وَدَمَّرَ أَعَدَّاءَكَ أَعَدَّاءَ الدِّينِ

اللَّهُمُّ أَصلحَ لَنَا دَيِّنَنَا الَّذِي هوعصمة أَمرَّنَا ، وَأَصْلَحَ لَنَا دنياَنَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشَنَا وَأَصْلَحَ لَنَا آخرتنا الَّتِي إِلَيهَا مُعَادَنَا وَاِجْعَلْ اللَّهُمُّ حَيَّاتِنَا زِيادَةَ لَنَا فِي كُلَّ خَيِّرَ وَاِجْعَلْ الْمَوْتَ رَاحَةَ لَنَا مِنْ كُلَّ شَرَّ

اللَّهُمُّ أَعَنَّا عَلَى ذَكَرِكَ وَشكرَكَ وَحَسَنَ عِبَادَتِكَ

اللَّهُمُّ إنا نَسْأَلُكَ الْهُدى وَاِلْتَقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنى وَحَسَنَ الْخَاتِمَةِ

اللَّهُمُّ اِغْفِرْ لَنَا واوالدينا وَاِرْحَمْهُمْ كَمَا رَبْوَنَا صغارَا

( رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا )[الفرقان: 74]

(رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ )[آل عمران: 8]

( رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ) [البقرة: 201]

عبَادُ اللَّهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعِدْلِ والإحسان وإيتاء ذى الْقربى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكِرِ وَالْبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكِرُونَ فَاِذَّكَرُوا اللَّه الْعَظِيمَ يَذَّكِرُكُمْ وَاِسْأَلُوهُ مِنْ فُضُلِهُ يُعْطَكُمْ وَلِذَكَرِ اللهُ أَكبرِ وَاللهَ يُعْلِمُ مَا تُصَنِّعُونَ